Halaman

Jumat, 24 Januari 2014

Cinta (Mahabbah)

http://my.opera.com
Cinta, ya, pada kesempatan kali ini saya akan melanjutkan postingan saya sebelumnya, mengenai  kehidupan sufi di era modern. Kali ini, saya mencoba membagi apa yang saya diketahui tentang cinta. Cinta yang saya maksud di sini adalah cinta yang dalam bahasa arab adalah mahabbah. Seperti kita ketahui bersama, cinta, adalah sebuah kata yang sangat indah dan tentunya memberikan berbagai problematika, kesenangan, dinamika dan apapun yang ada di hati ini. Pemuda-pemudi berbondong-bondong menyambut perasaan yang mereka sangka atau anggap sebagai cinta. Nah, apakah cinta itu? Apakah layaknya sebuah kerinduan antar lawan jenis, hasrat untuk memiliki dan sebagainya? Pada entri ini, yang saya bahas adalah sebuah cinta dimana cinta ini adalah cinta yang berada di atas segala-galanya cinta. Cinta yang tak akan bertepuk sebelah tangan dan cinta yang sebenar-benarnya cinta. Ya. Mencintai-Nya. Sebuah verba yang sungguh amat sangat menarik untuk terbahas dalam lingkup tasawuf yang murni dan jernih bagai khamr di dalam kristal.

Sebelum menggapai objek cinta yang dalam bahasan ini adalah Dia, tahukah Anda, apa yang paling benar-benar menjadi kenikmatan sebuah cinta? Seorang yang dimabuk cinta akan menemukan kerinduan yang merangsek masuk dalam relung-relung dada, pengharapan perjumpaan yang menyala tiada padam, susah tidur, tak selera pun makan, tak tahu siapa dan apa yang membatasi sehinga yang dicinta pun seakan tak membatasi.

Cinta membuat semua indra terperanga, menyaksikan sang kalbu begitu dalam kenikmatan hebat yang tidak bisa dinikmati indra lainnya. Maka, jangan salah bila ada yang mengatakan cinta itu buta dan membutakan. Bahkan, cinta lah yang kadang membuat seseorang menjadi gila. Ya, gila, menutup semua logika akal dan menyelimutinya dengan kebingungan dan kegelisahan.Tak pelak indikasi-indikasi di atas pernah kita rasakan saat kita beranjak dewasa dan menemukan sebuah rasa seperti itu dalam sebuah proses menilai dan menikmati sebuah objek cinta. Apapun itu, harta, kedudukan, jabatan, ketenaran bahkan lawan jenis hampir-hampir memiliki indikasi serupa dalam sebuah lingkup tanda kutip cinta. Bagaimana perbedaan cinta-cinta tersebut dengan mencintai Dia? Sebuah pertanyaan yang sungguh akan kita jadikan acuan untuk hidup ini. Yakin? Tentu saja, tak ada yang bisa menandingi kekuatan yang satu ini, sang Maha Mencintai.

Dalam perjalinan cinta, ada yang namanya kekasih, dimana salah satu pihak menjadi objek pengasih sekaligus (mungkin) menjadi objek dikasihi. Cinta bertepuk sebelah tangan menjadikan kekasih pengasih belum tentu mendapatkan kasih sayang dari siapa yang ia kasihi. Namun, tidak demikian dengan mencintai-Nya. Tak perlu ragu dan pasti, mencintai-Nya akan menyebabkan Dia mencintai Anda. Bahkan, "tanpa mencintai-Nya", Dia pun sudah mencintai Anda.

"Katakanlah; jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu..." (Q.S.3:31).

Cinta-Nya sudah ada sejak Dia menciptakan, dan sampai detik ini Anda memandang tulisan ini, cinta-Nya masih mengalir tiada tara untuk Anda. "Ikutilah aku", dalam tafsir ada beberapa model cinta Allah kepada hamba-Nya yang melaksanakan beberapa amalan yang sangat menguatkan ikatan Cinta antara Sang Khaliq dan makhluk.
1. Cinta Allah kepada orang-orang yang bertobat
2. Cinta Allah kepada orang-orang yang mensucikan dirinya (dari sifat-sifat tidak layak kecuali Allah)
3. Cinta Allah kepada orang-orang yang bersih
4. Cinta Allah kepada orang-orang yang sabar
5. Cinta Allah kepada orang-orang yang bersyukur
6. Cinta Allah kepada orang-orang yang berbuat baik
7. Cinta Allah kepada orang-orang yang berperang di jalan Allah dengan barisan yang rapat
8. Cinta Allah akan keindahan

Semua rahasia terbuka
Dalam percintaan ini, kekasih akan selalu ingin yang dikasihinya menceritakan, membuka dan melepas semua dinding-dinding yang menghalangi rahasia. Sebuah kewajaran seorang hamba menceritakan segala persoalan yang menghampiri di kehidupannya kepada penciptanya. Dan tanpa berceritapun, Dia sudah mengetahui apa yang akan diceritakan. Namun, sepasang kekasih akan semakin cintanya apabila mereka dengan romantisnya menceritakan sesak-sesak akan musibah, suka-suka berbagai nikmat. Allah menyukai mereka yang senantiasa berdoa dan mencurahkan isi hatinya dalam sebuah pertemuan privat yang belum tentu semua orang bisa merasakannya. Dengan begitu segala rahasia terbuka, segala isi hati tercurahkan dan jarak semakin. Dari sisi seorang hamba, tentu sebuah kelegaan hati dan berharap yang dicintainya (Allah) memberi sebuah jawaban, solusi dan pembangkit yang lebih. Rahasia pun tak terhenti sampai sini, dan dengan izin-Nya, seorang kekasih Allah dibukakan rahasia-Nya. Rahasia di atas segala rahasia yang mungkin hanya dia yang bisa merasakannya dan mengetahuinya.

Menyibukkan diri
Seorang pecinta akan disibukkan dengan segala kenikmatan dari sebuah cinta. Baginya, hal-hal lain yang tidak membuat kekasihnya bertambah cinta-Nya adalah segala sesuatu yang sia-sia belaka. Hati tak terhenti untuk mengingat namanya dan meresapi keindahannya. Apapaun itu bentuknya, dimanapun dan kapanpun dia berada. Mulutnya tak henti-henti dalam sebuah syair pujian, terimakasih dan waswas akan kesalahan. Berdzikir dalam hati, dan (terkadang) keluar dalam untaian kata dalam lisan sebuah kesibukkan yang sangat menjadikan seorang pecinta nyaman dalam naungan dan pelukan-Nya. Pecinta senantiasa terjaga, karena Kekasihnya pun (Allah) tidak terkena kantuk maupun tidur. Baginya tidur adalah haram. Bagaimana bisa tidur, jika yang mencintainya sedang menjaganya dan ingin duduk bersama. Nafasnya bagai berlafal. Hirupan udara yang masuk ke dalam rongga paru-parunya berlafal "Hu", dan hembusannya berlafal "Wa". Dalam setiap nafasnya terdapat (Huwa) Dia, yang selalu ada dan selalu hidup di dalam mereka-mereka yang dikasihinya.

Cemburu
Salah satu sifat pecinta yang lain adalah cemburu. Cemburu ketika ada "orang lain" yang bisa lebih meyakinkan-Nya untuk lebih mencintai mereka. Pencemburu tidak membenci objek yang dicintainya, melainkan bagaiamana membuat dirinya lebih dicintai dari "orang lain" tersebut. Cemburu merupakan maqam paling mewah bagi para pecinta. Cemburu membuat pecinta mengagungkan kekasihnya dalam dirinya, dan dirinya berada dalam ukuran "kehinaan". Sifat cemburu ini memberikan siyalemen positif bagi kita untuk selalu menampilkan yang terbaik di depan-Nya. Namun, sesungguhnya Allah lebih mudah cemburu, karena diri kitalah penyebabnya. Cinta yang tersingkap selayaknya hanya dipamerkan kepada objek yang dicintainya (Allah) bukan yang lain (makhluk). Tak jarang kita menampilkan amalan di depan orang lain agar kita mendapatkan pujian dan sanjungan. Kecemburuannya akan berakibat murka, tetapi murkanya bukti kasih sayangnya agar kita kembali untuk mencintai-Nya.

Tidak memiliki nama
Segala sebutan tidak ada yang bisa membatasi dalam konteks cinta. Pecinta, kekasih tidak memiliki nama. Mereka saling mendekati, bukan karena jarak, melainkan kesamaan yang ada dalam diri mereka. Allah memiliki banyak nama dan semuanya melambangkan sifat-sifat yang ada pada Dia. Dengan ketiadaan nama, seorang kekasih hanya ingin mendekat kepada yang dikasihinya dengan selalu berusaha menyerupai dan menginginkan sifat yang dikasihinya ada dalam dirinya.

Pertemuan
Pecinta dan kekasih tidak membedakan antara pertemuan dan perpisahan. Baginya kesibukan dan merasa ada sebuah persaksian yang ada di setiap detik hidupnya adalah sebuah pertemuan yang sangat panjang durasinya. Keterjagaan akan cintanya terhadap objek cinta (Allah) bahkan disebut sebagai pertemuan yang lebih baik daripada pertemuan itu sendiri. Maka, Allah menciptakan maut (kematian) sebagai jalan pertemuan dengan-Nya. Allah menciptakan maut sendiri dalam bentuk ujian sebagai bagian dari purifikasi bagi klaim mereka yang mencinta-Nya.

Cinta (kepada Allah) adalah level tertinggi seorang hamba dalam menjalani kehidupan ini. Segala amalan tidak dia niatkan dan fokuskan kepada objek selain kekasihnya. Baginya, pahala dan surga adalah sebuah hadiah terindah seorang Kekasih selama ini. Hadiah hanya menyebabkan seorang pecinta tidak jatuh cinta kepada hadiah tersebut, tetapi dia mengerti bahwa hadiah yang dia dapat adalah bukti bahwa dia memiliki kekasih yang Maha Cinta-nya terhadap dirinya.

Wallahu alam bissawwab...
(Dalam satu pengertian: buku Mengenali Jalan-Jalan Langit (Salahuddin At Tijjani))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kirim Komentar Anda
(Send Your Comment)